Kamis, 10 November 2011

Cerita bagus nih ^_^

Suatu ketika, ada seorang anak yang sedang mengikuti sebuah lomba mobil balap mainan. Suasana sungguh meriah siang itu, sebab, ini adalah babak final. Hanya tersisa 4 orang sekarang dan mereka memamerkan setiap mobil mainan yang dimiliki. Semuanya buatan sendiri, sebab, memang begitulah peraturannya.

Ada seorang anak bernama Mark. Mobilnya tak istimewa, namun ia termasuk dalam 4 anak yang masuk final. Dibanding semua lawannya, mobil Mark lah yang paling tak sempurna. Beberapa anak menyangsingkan kekuatan mobil itu untuk berpacu melawan mobil lainnya.

Yah, memang, mobil itu tak begitu menarik. Dengan kayu yang sederhana dan sedikit lampu kedip diatasnya, tentu tak sebanding dengan hiasan mewah yang dimiliki mobil mainan lainnya. Namun, Mark bangga dengan itu semua, sebab, mobil itu buatan tangannya sendiri.

Tibalah saat yang dinantikan. Final kejuaraan mobil balap mainan. Setiap anak mulai bersiap di garis start, untuk mendorong mobil mereka kencang-kencang. Di setiap jalurl lintasan, telah siap 4 mobil, dengan 4 “pembalap” kecilnya. Lintasan itu berbentuk lingkaran dengan 4 jalur terpisah diantaranya.

Namun, sesaat kemudian, Mark meminta waktu sebentar sebelum lomba dimulai. Ia tampak berkomat-kamit seperti sedang berdoa. Matanya terpejam, dengan tangan yang bertangkup memanjatkan doa. Lalu, semenit kemudian, ia berkata, “Ya, aku siap!”

Dor. Tanda telah dimulai. Dengan satu hentakan kuat, mereka mulai mendorong mobilnya kuat-kuat. Semua mobil itu pun meluncur dengan cepat. Setiap orang bersorak-sorai, bersemangat, menjagokan mobilnya masing-masing. “Ayo…ayo…cepat…cepat, maju…maju”, begitu teriak mereka. Ahha… sang pemenang harus ditentukan, tali lintasan finish pun telah terlambai. Dan Mark lah pemenangnya. Ya, semuanya senang, begitu juga Mark. Ia berucap, dan berkomat-kamit lagi dalam hati “Terima kasih.”

Saat pembagian piala tiba. Mark maju ke depan dengan bangga. Sebelum piala itu disehkan, ketua panitia bertanya. “Hai jagoan, kamu pasti tadi berdoa kepada Tuhan agar kamu menang, bukan?”. Mark terdiam. “Bukan, Pak, bukan itu yang aku panjatkan” kata Mark.

Ia lalu melanjutkan, “Sepertinya, tak adil untuk meminta pada Tuhan untuk menolongmu mengalahkan orang lain. Aku , hanya bermohon pada Tuhan, supaya aku tak menangis, jika aku kalah.”
Semua hadirin terdiam mendengar itu...

Terlalu sering kita berdoa pada Allah, untuk menghalau setiap halangan dan cobaan yang ada di depan mata. Padahal, bukankah yang kita butuh adalah bimbingan-Nya, tuntunan- Nya, dan panduan-Nya?

Kita sering terlalu lemah untuk percaya bahwa kita kuat. Kita sering lupa, dan kita sering merasa cengeng dengan kehidupan ini. Tak adakah semangat perjuangan yang mau kita lalui?

Allah memberikan kita ujian yang berat, bukan untuk membuat kita lemah, cengeng dan mudah menyerah. Sesungguhnya, Allah sedang menguji setiap hamba-Nya yang shaleh.

 by Danis Nurul Yunita

arti minal aidn wal faidzin dan taqaballahu minna wa minkum

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
 
Seringkali saat lebaran kita mengucapkan berbagai macam permohonan maaf dan doa pada sanak saudara, ada ‘minal aidn wal faidzin’, ada yang mengucapkan ‘minal aidn’ saja, ada ‘mohon maaf lahir batin’, ada ‘asalukal afwan zahiran wa bathinan’, juga doa’ lainnya seperti ‘taqaballahu minna wa minkum, taqaballahu ya karim’, dan lain sebagainya.

Saya pun merasa bingung khususnya dengan diri saya sendiri, mengucapkan doa tersebut, tapi tidak tahu artinya. Saya sadar, ternyata referensi saya mengucapkan hal tersebut karena telah mendengar dari saudara-saudari sedari saya kecil sehingga otak saya seakan sudah di’setting’ untuk mengucapkan kata-kata tersebut saat Hari Lebaran. Parahnya lagi, saya mendapat referensi tersebut dari iklan-iklan di televisi. Dalam cuplikan iklan tersebut banyak orang-orang yang mengucapkan ‘minal aidn wal faidzin - mohon maaf lahir batin’ menjadi satu rangkaian kalimat yang tidak terpisahkan. Saat saya SD dulu, saya pikir arti dari minal aidn wal faidzin adalah mohon maaf lahir dan batin. Ditambah dengan ucapan orang-orang yang hanya mengucapkan kata ‘minal aidn’ saja. Saya kira arti ‘minal aidn’ adalah ‘mohon maaf lahir’, dan ‘wal faidzin’ artinya ‘dan batin’. Ckckck… benar-benar penalaran yang ANEH :p :p

Info tambahan: Sepengetahuan saya, bahasa arab dari ‘mohon maaf lahir dan batin’ adalah ‘asalukal afwan zahiran wa bathinan’, tafadol mau ngikutin atau mencari bahasa yang lebih valid lagi ;)

Alhamdulillah, saya menemukan situs milik Ustadz Ahmad Sarwat, Lc yang menjawab pertanyaan mengenai arti ‘taqaballahu minna wa minkum’ dan ternyata disana jawabannya komplit. Pertanyaan yang ada di otak saya selama 18 tahun hidup terjawab sudah ^_^

Ini link situs beliau yang sangat berjasa menjawab pertanyaan sekaligus menambah pengetahuan saya: http://muslimcentral.blogspot.com/2007/12/arti-ucapan-selamat-lebaran.html

Dan inilah jawaban dari beliau, selamat menyimak :)

Taqabballahu itu artinya semoga Allah mengabulkan. Minaa wa minkum berarti dari kami dan dari anda. Shiyamana wa shiyamakum berarti puasa kami dan puasa anda.

Sedangkan lafadz minal a'idin wal faidzin merupakan doayang terpotong, arti secara harfiyahnya adalah: termasuk orang yang kembali dan menang.Lafadz ini terpotong, seharusnya ada lafadz tambahan di depannya meski sudah lazim lafadz tambahan itu memang tidak diucapkan. Lengkapnya ja'alanallahu minal a'idin wal faidzin, yang bermakna semoga Allah menjadi kita termasuk orang yang kembali dan orang yang menang.

Namun sering kali orang salah paham, dikiranya lafadz itu merupakan bahasa arab dari ungkapanmohon maaf lahir dan batin. Padahal bukan dan merupakan dua hal yang jauh berbeda.

Lafadz taqabbalallahu minna wa minkum merupakan lafadz doa yang intinya kita saling berdoa agar semua amal kita diterima Allah SWT. Lafadz doa ini adalah lafadz yang diajarkan oleh Rasulullah SAW ketika kita selesai melewati Ramadhan.

Jadi yang diajarkan sebenarnya bukan bermaaf-maafan seperti yang selama ini dilakukan oleh kebanyakan bangsa Indonesia. Tetapi yang lebih ditekankan adalah tahni'ah yaitu ucapan selamat serta doa agar amal dikabulkan.

Meski tidak diajarkan atau diperintahkan secara khusus, namun bermaaf-maafan dan silaturrahim di hari Idul Fithri juga tidak terlarang, boleh-boleh saja dan merupakan 'urf (kebiasaan) yang baik.

Di luar Indonesia, belum tentu ada budaya seperti ini, di mana semua orang sibuk untuk saling mendatangi sekedar bisa berziarah dan silaturrahim, lalu masing-masing saling meminta maaf. Sungguh sebuah tradisi yang baik dan sejalan dengan syariah Islam.
Meski terkadang ada juga bentuk-bentuk yang kurang sejalan dengan Islam, misalnya membakar petasan di lingkungan pemukiman. Tentunya sangat mengganggu dan beresiko musibah kebakaran.

Termasuk juga yang tidak sejalan dengan tuntunan agama adalah bertakbir keliling kota naik truk sambil mengganggu ketertiban berlalu-lintas, apalagi sambil melempar mercon, campur baur laki dan perempuan dan tidak mengindahkan adab dan etika Islam.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Semoga bermanfaat ya akhi wa ukhti rahimakumullah :)


by Danis Nurul Yunita

"Fashobrun jamiilun"

Kesabaran yang baik, adalah dengan mengadukan kesedihan dan kesusahan hanya kepada Allah.

Kesabaran yang baik, adalah dengan tidak pernah berputus asa terhadap rahmat Allah.


Kesabaran yang baik, adalah dengan memohon pertolongan kepada Allah saja.


Maka, sungguh begitu indah dan kokoh kesabaran yang baik itu. Ketika kedukaan, kesusahan, dan kesedihan, tak sempat menggantikan senyum ikhlasnya, dan tak sempat mengeluh dalam hati dan lakunya, kecuali hanya kepada Allah saja.

Ah, mungkin, seorang yang mencoba menceritakan ini, masih sangat jauh dari kesabaran itu. Hanya saja, betapa rindunya ia dan hatinya, untuk menjalani kesabaran yang baik itu.

Masih membekas dalam ingatan saya, kata-kata Seorang Guru. “Kita ini, akan terus diuji.” Sejenak beliau menghela nafas, lalu melanjutkannya. “Kalau Allah mencintai seseorang,” lanjut beliau, “maka ia akan diuji. Semakin cinta Allah padanya, akan semakin diuji. Dengan ujian itu, Allah telah menjanjikan kemuliaan baginya.” Oleh karena itu, kesabaran yang baik adalah sebaik-baik bekal, yang menjaga konsistensi kita bertahan dalam menempuh perjalanan yang dipenuhi ujian.

Maka, bersyukurlah kita, ketika ujian selalu mempertemui kita di sepanjang perjalanan. Karena Allah telah menyiapkan kemuliaan berlipat-lipat bagi mereka yang menjalaninya dengan kesabaran yang baik. Maka, bersyukurlah kita, ketika ujian selalu membersamai kita di sepanjang perjalanan. Karena mungkin saja kita sudah berada di jalur yang benar, jalan yang lurus. “Jalan yang lurus itu, sebenarnya jalan yang banyak syaithan.” Yah, jalan yang lurus itu adalah jalan yang penuh ujian. “Kita perlu curiga”, canda beliau bermekar senyum, “kalau jalan kita gampang-gampang aja. Ini jalan lurus atau bukan??” Hehe.

Alangkah indah ketika kita mencerap dalam-dalam makna kesabaran yang baik dalam kontemplasi dan muhasabah. Sudahkan kita memaknai kata-kata Asy Syafi’i yang secara implisit disampaikannya tadi, bahwa di balik ujian, Allah telah menyiapkan kemuliaan. Sudahkan kita, membekali diri dalam menempuh perjalanan penuh ujian dengan kesabaran yang baik? Ukurannya, masihkan kita sering mengeluh, pernahkan kita berputus asa dariNya, atau telah lelahkan kita untuk terus memohon padaNya?

Inginlah saya berbagi nasihat untuk saudara saya yang lainnya terutama untuk diri saya sendiri. “PEMIMPIN ITU, HARUS SIAP MENANGIS PALING AKHIR.” Ketika yang lainnya menangis, ia tetap tersenyum, menguatkan yang lain bahwa harapan itu masih ada. Ketika yang lainnya menangis, ia mengajak untuk kembali tersenyum, tidak mengeluh, dan tidak berputus asa. Dan ketika ia akhirnya menangis, adalah di tempat yang paling tersembunyi di mana tak seorang pun melihatnya. Di sana ia menangis lebih dalam, setelah menahan kesakitan dan kesedihan di hadapan manusia, hanya kepada Allah saja. Hanya kepada Allah saja. Begitulah, kesabaran yang baik yang harus dimiliki setiap kita, seorang pemimpin. Kesabaran yang masih begitu jauh dari saya, menjadikan kerinduan yang ada tak pernah berbatas dalam saya.


“Sebab, pohon kebesaran suatu ummat hanya dapat tumbuh di taman sejarah yang disirami air mata kesedihan dan darah pengorbanan.” (M. Anis Matta)